'Azam umur 1,8 tahun 😃 |
Seperti apa anak kita kelak adalah cerminan dari pola didik kita saat ini, bila kita mendidik mereka dengan penuh cinta, maka anak – anak kita akan tumbuh menjadi anak yang selalu menebar kasih sayang. Sebaliknya bila kita mendidik anak kita dengan kebencian maka mereka akan tumbuh menjadi manusia penebar keburukan. Maka jika kita ingin anak-anak kita menjadi anak sholeh, maka kita sebagai orang tua perlu mendidik diri kita sendiri (Tarbiyah Dzatiyah) menjadi orang tua sholeh. Bagaimana mungkin bayangan suatu benda lurus, sedangkan bendanya bengkok?.
Begitu pentingnya mendidik anak sehingga Allah memperingatkan para orang tua untuk memelihara keluarganya dari api neraka.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. [At Tahrim:6].
Menurut tafsir ibmu katsir, ayat ini menunjukkan pentingnya orang tua untuk mendidik anak menjadi anak yang shaleh. Memperkenalkan apa saja yang diperintahkan Allah dan yang dilarang oleh Allah semenjak kecil. Karena bisa jadi anaklah yang akan menentukan akan masuk manakah orang tua di akhirat kelak, masuk surga kah?
“Jika manusia meninggal, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga perkara; shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendo’akannya” (Shahih Bukhari, 7/247, 6514 dan Shahih Muslim, 3/1016, 1631).
Sesungguhnya seseorang akan diangkat derajatnya di surga, maka ia berkata,”Dari manakah balasan ini?” Dikatakan,” Dari sebab istighfar anakmu kepadamu” (Shahih Sunan Ibnu Majah, 2/294, 2954, dan dikeluarkan Ahmad di dalam Musnad, 2/509)
atau masuk neraka kah?
“Wahai orang – orang yang beriman!, sesungguhnya di antara isteri – isterimu dan anak – anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati – hatilah kamu terhadap mereka” (At – Thagabun : 14)
Salah satu hal yang perlu diperkenalkan dan ditanamkan sedari kecil adalah sholat. Sholat adalah amalan pertama yang dihisab saat yaumul hisab kelak dan juga pembeda antara muslim dan non muslim. Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah berusia 10 tahun meninggalkan shalat maka pukulillah ia.” (HR Abu Dawud no 495).
Dari hadits ini terlihat bahwa betapa pentingnya mengenalkan sholat semenjak dini kepada anak karena hal ini dapat membentuk akhlak anak kelak ketika dewasa.
Berikut beberapa langkah agar anak menjadi rajin shalat.
1.Contoh atau keteladanan. (Al-Qudwah)
Salah satu alasan mengapa anak kita lebih menurut dengan gurunya dibanding kita adalah karena kita tidak mencontohkan dengan nyata apa yang kita perintahkan kepada anak – anak kita. Padahal Allah sangat membenci orang – orang yang tidak melakukan apa yang mereka katakan.
Allah SWT berfirman
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa engkau mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (QS As-Shaff: 2 – 3).
Kita menyuruhnya sholat tapi kita tidak bersegera sholat, kita menyuruh anak sholat akan tetapi kita masih sibuk dengan TV atau hp kita. Karena itu janganlah heran bila anak kita malas – malasan ketika disuruh shalat, karena bisa jadi mereka mencontoh apa yang telah kita lakukan.
Akan tetapi bagaimana bila kita sudah berusaha maksimal menjadi contoh yang baik dalam melaksanakan shalat tapi anak – anak kita masih tetap malas – malasan?. Bisa jadi karena interaksi kita dengan anak hanya satu arah, kita hanya minta didengarkan dan memberi contoh yang baik tapi lupa untuk mendengarkan dan mengerjakan apa yang diinginkan anak kita.
Memang sungguh sangatlah sulit menjadi seorang teladan karena kita harus terus mengajak kebaikan sekaligus menyelaraskan apa yang kita sampaikan dengan perbuatan kita. Karena itulah Allah menurunkan teladan terbaik bagi kita.
“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. (Al – Ahzab : 21).
Maka teruslah mengingatkan anak-anak kita sembari terus mengintropeksi diri dan meng upgrade diri agar perbuatan kita menjadi selaras dengan apa yang kita katakan.
2. Nasehat penuh Cinta (Al-Mau’idzah)
Jika kita bicara dari hati maka akan diterima pula oleh hati. Maka ketika menasehati anak – anak kita maka nasehati lah dengan penuh cinta. Menasehatipun tidak melulu dengan perkataan langsung bisa dengan menceritakan kisah menarik, dongeng dan lain-lain agar anak tidak merasa sedang dinasehati. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan ketika menasehati buah hati kita:
- Menenangkan hati dan luruskan niat
Menasehati dalam kebaikan adalah salah satu hal yang dicintai Allah;
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. al-’Ashr :1 – 3)
Menasehati adalah fitrah, panggilan jiwa dan kebutuhan manusia. Terkadang ketika kita melihat sesuatu yang salah maka tanpa pikir panjang kita langsung memperbaikinya. Begitu pula kepada anak kita, bila anak melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan pemahaman kita maka kita langsung menegur dan menasehatinya. Saat melakukannya terkadang emosi mengiringi sehingga niat untuk memperbaiki kelakuan anak malah tergantikan dengan amarah.Menenangkan hati dengan beristighfar adalah hal yang ampuh untuk menghilangkan emosi negatif dalam diri, selanjutnya tidak lupa awali dengan bismillah ketika kita akan mulai menasehati.
- Perkataan yang lembut
Sama hal nya dengan kita, anak – anak pun tidak akan terima bila ada orang yang berbicara dengan nada yang kasar meskipun apa yang disampaikannya adalah kebenaran. Karena itulah Rasulullah memerintahkan kita untuk bersikap lemah lembut kepada orang yang dinasehati. Karena sesungguhnya menerima nasehat itu dipeumpamakan seperti membuka pintu. Pintu tidak akan terbuka kecuali dengan kunci yang tepat dan orang yang akan kita nasehati diumpamakan hati yang terkunci dan perkataan lemah lembut adalah kunci terbaik untuk membuka hati yang tertutup sebagaimana sabda Rasulullah SAW
“Setiap sikap kelembutan yang ada pada sesuatu, pasti akan menghiasinya. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya. (HR. Muslim)
- Waktu yang tepat
Hal ini terkadang yang luput diperhatikan oleh para orang tua. Anak kita itu sama seperti kita, ada saatnya dia merasa lapar, marah, kesal, sedih, capek dan lain-lain. Bila kita menasehati anak-anak disaat kondisi hatinya sedang tidak baik maka bukannya menerima nasehat, justru mereka akan semakin mengeluarkan energi negatifnya. Ibnu Mas’ud pernah bertutur:
“Sesungguhnya adakalanya hati bersemangat dan mudah menerima, dan adakalanya hati lesu dan mudah menolak. Maka ajaklah hati saat dia bersemangat dan mudah menerima dan tinggalkanlah saat dia malas dan mudah menolak.” (Al Adab Asy Syar’iyyah, Ibnu Muih).Beberapa waktu yang tepat untuk memberi nasehat pada anak adalah ketika selesai sholat, ketika menjelang tidur, dan ketika anak selesai bermain.
- Sentuhan kasih sayang
Sentuhan pun terkadang dapat memberikan pesan dengan sangat baik. Ketika kita sedang memberikan nasehat ataupun kisah – kisah teladan dapat kita lakukan dengan memeluknya atu membelainya, dengan demikian anak akan merasa disayangi.Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiayallaahu 'anhu bahwa ia berkata,
“Rasulullah mengunjungi kaum Anshar lalu memberi salam kepada anakanak mereka serta membelai kepala mereka.” (Diriwayatkan oleh AnNasa’I dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, nomor 4947)
- Tidak menegur di depan orang banyak
Menegur atau menasehati anak di depan orang banyak sama dengan merendahkan harga diri anak kita. Bagaimanapun, anak kita sama dengan kita, punya ego dan harga diri yang harus dijaga. Oleh karena itu Imam Syafi’I berkata“Apabila engkau menasihatiku dalam kesendirian, sungguh engkau benar - benar telah menasihatiku. Namun jika engkau menasihatiku di depan manusia (khalayak ramai), sungguh engkau benar - benar telah menelanjangiku (dengan aib-aib yang ada padaku).”
3. Pembiasaan / pengkondisian (Al-‘Aadah)
ketika keteladanan dan nasehat sudah kita lakukan dengan baik jangan lupa pembiasaan agar semua kebaikan dan sifat-sifat terpuji yang sudah kita tanamkan, khususnya sholat ini menjadi kewajiban rutin bahkan kebutuhan yang harus dipenuhi. Memang membentuk kebiasaan hingga mencapai taraf kebutuhan dan dilakukan dengan kesadaran tinggi awalnya sangatlah sulit. Akan tetapi bila kita lakukan dengan terus menerus dan dalam kondisi gembira maka insya Allah menjadikan sholat sebagai suatu kebutuhan bagi anak tidaklah sulit
4. Kontrol yang terus menerus ( Al-Mulahadzah)
Kontrol dan pengawasan yang cermat perlu kita lakukan agar keteladanan yang kita tunjukkan , nasehat yang rutin kita sampaikan serta pembiasaan yang sudah kita tanamkan efektif maka kita perlu mengontrol secara terus menerus tanpa henti, sehingga ketika anak mulai mengendur semangatnya maka dapat kita melakukan aktifitas lain untuk meningkatkan gairahnya kembali dalam melaksanakan sholat. Misalnya kita melakukan sholat keliling yaitu dengan mengunjungi masjid – masjid yang indah dan bersejarah. Hal ini selain dapat meningkatkan semangatnya dalam beribadah, dapat pula meningkatkan pengetahuan agamanya.
5. Hukuman yang mendidik ( Al-‘Uqubah)
Dan jika keempat langkah di atas sudah kita lakukan ternyata anak masih malas untuk sholat maka kita dapat melakukan hukuman. Rasulullah bersabda:
“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah berusia 10 tahun meninggalkan shalat maka pukulillah ia.” (HR Abu Dawud no 495).Memukul dalam hal ini bukanlah sesuatu tindak kekerasan akan tetapi suatu hal yang mendidik. Hukuman ini untuk mengajarkan kepada anak bahwa betapa sholat sangatlah penting untuk dilakukan dan meninggalkannya suatu hal yang sangat dilarang. Berbeda dengan ibadah lain seperti sedekah dan puasa tidak ada hadits khusus mengenai perintah hukuman pada anak bila meninggalkannya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya mendidik sholat pada masa sebelum aqil baligh.
Hal yang perlu digaris bawahi adalah perintah hukuman ini bila orang tua telah mendidik anak sejak usia 7 tahun dan baru boleh memukulnya saat usia 10 tahun. Berarti ada rentang waktu 3 tahun untuk mendidiknya. Maka hukuman ini tidak serta merta dilakukan bila proses pembelajarannya baru seminggu meskipun sang anak telah berusia 10 tahun.
Wallahu’alam bi shawab
0 comments:
Post a Comment