Barang siapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju surga” (HR. Muslim).
Dalam sebuah majelis ilmu pekanan, seorang sahabat pernah mengingatkan tentang perkataan Imam Syafi’i mengenai ilmu. “Barangsiapa yang tidak pernah merasakan perihnya mencari ilmu, maka dia akan merasakan perihnya kebodohan pada sisa umurnya”. Perkataan sahabat saya ini layaknya obat yang sangat perih namun ampuh untuk menyembuhkan penyakit. Ya, kala itu saya memang sedang “berpenyakit”, dimana saya telah memasuki fase jenuh dan lelah dalam menyelasaikan tugas akhir. Komitmen saya dan suami untuk melanjutkan kuliah sambil tetap membawa anak pada akhirnya diuji keseriusannya. Apakah komitmen itu dibuat hanya untuk terlihat “hebat” di mata manusia atau memang ikhlas untuk beribadah pada Allah.
Nyatanya Allah memang selalu sayang kepada saya, disaat saya sedang bersiap untuk berbalik arah, Ia menyentuh saya dengan penuh kasih sayang, ia tegur saya melalui lisan lembut sahabat saya itu, ya Rabb I Love You So Much :*. Segera setelah selesai majelis ilmu, saya langsung berbenah, menata kembali niat, belajar kembali manajemen waktu agar suami, anak, dan diri sendiri tidak ada yang terdzalimi dan juga menyusun kembali target-target yang harus tercapai. Alhamdulillah berkat dukungan dari semua pihak saya dapat menyelesaikan perkuliahan dengan nilai yang cukup memuaskan.
Setelah lulus kuliah akhirnya saya menyadari betapa saya sangat mencintai ilmu yang saya ambil dan mulai memahami mengapa Allah menempatkan saya pada jurusan ini, kelautan. Pada awalnya menajadi dosen bukanlah cita-cita saya. Dulu saya ingin sekali menjadi seorang penari atau olahragawan, mengikuti berbagai macam perlombaan, menjadi yang terbaik, mendapatkan banyak uang dan dilihat banyak orang (waaw motivasinya dunia banget yaaa,,hehe). Akan tetapi tetap rencana Allah lah yang terbaik. Ingat banget ketika saya bersiap-siap untuk masuk salah satu perguruan tinggi favorit di Jogjakarta melalui jalur prestasi, saya sudah mulai tinggi hati, kartu peserta SPMB (2007) sempat terpikir untuk diberikan ke teman karena yakin akan masuk PTN tersebut. Apa dinyana, prestasi tak diraih masuk PTN favorit pun hanya sebatas angan-angan. Beruntunglah saya saat itu tidak jadi memberikan kartu peserta SPMB dan memang inilah rencana Allah, saya ditakdirkan untuk berkuliah di sini, di Kelautan.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al Baqarah: 216).
Sebenarnya pada saat ujian SPMB, jurusan kelautan merupakan pilihan kedua saya, hehe. Dan pemilihan jurusan kelautan juga bukan sepenuhnya karena saya benar-benar ingin masuk kelautan tapi karena melihat bahwa jurusan kelautan masih baru maka passing grade nya tidak terlalu tinggi dan peluang masuknya lebih besar. Alhamdulillah memang semua telah diatur oleh Allah, yang awalnya saya penuh semangat untuk masuk PTN di Jogja malah saya tidak jadi masuk, yang awalnya ogah-ogahan dan niatnya tidak lurus ternyata justru itu yang dipilih oleh Allah, Masya Allah :* .
Banyak hal yang saya pelajari saat menjadi mahasiswa maupun dosen kelautan, banyaaak sekali hingga saya tidak dapat menjabarkannya satu-satu. Tapi satu hal yang pasti, dalam bidang ini saya merasa menjadi manusia yang bermanfaat, tidak hanya agama tetapi juga bangsa. Tidak hanya keluarga tapi juga lingkungan sekitar. Semakin saya “menyelami” semakin saya jatuh cinta dan semakin menyadari bahwa saya hanya 0,0000000000000001% dari dunia ini, dan betapa saya tidak memiliki apa-apa selain amal. Bahkan amal ibadah pun tidak akan bernilai tanpa karunia Allah.
Saya sadar, mempelajari ilmu bukanlah perkara yang mudah, apalagi mengamalkannya. Ilmu tanpa amal maka akan percuma dan amal tanpa ilmu akan sesat. Ilmu dan amal seperti dua sisi mata koin yang tidak dapat dipisahkan, tidak ada yang lebih utama keduanya utama dan saling melengkapi. Karena itu untuk memperkuat ilmu dan amal saya dalam bidang ini saya dan suami berencana untuk melanjutkan kuliah. Pilihan kami ada kuliah di Arab Saudi. Kami menyadari bahwa ilmu dunia tidak akan berkah bila tidak diisi ilmu agama karena itulah Arab Saudi menjadi tujuan utama kami karena disana selain kami dapat belajar ilmu agama dan ilmu dunia dari sumber terbaik. Selain itu alasan lain kami memilih Arab Saudi adalah untuk memberikan lingkungan dan suasana agama terbaik bagi anak-anak kami. Mungkin ada sebagian orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang lahir diatas tahun 2000 disebut anak-anak akhir zaman atau gen Z. anak-anak inilah yang kelak akan merasakan tanda-tanda kiamat, (meskipun sekarangpun tanda-tanda tersebut sudah muncul tapi kelak ketika zaman mereka tanda-tandanya akan semakin nyata) karena itu mereka harus diberikan bekal agama yang kuat agar siap menghadapi segala bencana yang kelak akan terjadi, Wallahualam.
“Pelajarilah dahulu adab sebelum mempelajari suatu ilmu”, (Imam Malik) “Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.” (Yusuf bin Al-Husain) “Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.” (Ibnul Mubarok) “Siapa yang telah mempelajari adab maka dia telah berhasil memahami setengah dari suatu ilmu” (Imam Syafii).
Saat ini kita sangat mudah untuk menerima informasi, cukup dengan mengetik kata kunci pada “Google” dan taraaa dalam sepersekian detik (tergantung kecepatan internet pastinya,,hehe) maka kita dapat melihat hasil pencariannya. Hal inilah yang membuat kita (terutama saya) lupa bahwa sebelum mencari ilmu kita perlu mempelajari adab terlebih dahulu. Bahwa ternyata adab adalah kunci dari keberkahan ilmu. Terlalu banyak contoh tentang orang yang tidak beradab, murid yang tidak beradab pada gurunya, guru yang tidak beradab pada muridnya bahkan sesama guru atau sesama murid juga tidak beradab. Adab erat kaitannya dengan akhlak dan pola didikan orang tua kepada anaknya. Karena itu setelah saya mempelajari adab di grup Matrikulasi Institut Ibu Profesional hal pertama yang saya pikirkan adalah bagaimana cara saya mendidik anak saya menjadi anak yang beradab dan berakhlakul karimah. Tentunya sebagai seorang anak, bentuk pelajaran pertamanya adalah apa yang dia lihat pada diri orang tua,ketika saya mengajarkan adab kepada anak sedangkan saya tidak beradab yang baik maka terjadi inkonsistensi dan kebingungan pada diri anak, mana yang harus dia pilih?, apakah yang dia dengar atau yang dia lihat. Dalam berbagai kajian ilmiah, panca indera penglihatan lebih cepat untuk diserap informasinya di otak dibanding pendengaran. Karena itu salah satu bentuk pola didik saya kepada anak adalah dengan mendidik saya terlebih dahulu.
Setelah saya mengikuti kelas MIIP dan membaca buku "Tazkiyatun Nafs" karya Said Hawwa saya menyadari bahwa banyak sekali yang harus saya perbaiki mengenai adab dalam menuntut ilmu terutama yang tidak terlihat oleh kasat mata. Karena bisa jadi saya bersikap lemah lembut dan sopan terhadap guru atau murabbi akan tetapi di dalam hati saya merasa bahwa saya lebih baik dari beliau, Astaghfirullah T_T. Penyakit hati inilah yang pertama kali harus saya bersihkan agar ilmu yang saya pelajari menjadi berkah, Aamiin.
#NHW1_MawarFirdausi_AdabMenuntutIlmu
0 comments:
Post a Comment